Episode Malam Minggu
Sekarang seharusnya aku sudah tidur. Istriku dan anakku yang pertama pulas di kamar yang itu. anakku yang kedua lelap di kamar ini, di samping diriku yang sedang menulis untuk mengisi blog ku. Sudah dua hari aku diare. bahkan sempat juga meriang kedinginan. entah, mungkin salah makan. bahkan saat inipun sebenarnya perutku masih sakit. sekarang seharusnya aku sudah tidur.
Di luar, gemerisik dedaunan dari hutan belakang rumah terdengar mendesir bagai pasir yang diserakkan di atas tampah. Suara gesekan antarranting menimbulkan suara-suara seperti decitan tikus. suara gerimis yang masih satu-satu agak samar dengan suara kipas angin di atas kepalaku. Sekarang seharusnya aku sudah tidur.
Barusan aku menguap, tepat berbarengan dengan desau angin yang agak keras yang menggerakkan gordyn jendelaku. Kulihat perut anakku yang naik turun berirama. Masih sangat pulas meski tadi aku pindahkan dari tidurnya di ruang tengah. Sekarang seharusnya aku sudah tidur.
Gerimis sudah menjelma menjadi hujan. Belum begitu deras, mungkin karena sudah kehilangan tenaga setelah seharian tadi mengguyur kompleks perumahanku. Aku menguap lagi. Memegang jemari kaki dan memijat-mijatnya sedikit untuk kemudian kembali mengetik. Sekarang seharusnya aku sudah tidur.
Suara burung hutan dan serangga malam hanya terdengar sesekali. padahal biasanya agak ramai. mungkin karena hujan semakin deras. Sepertinya awan tersinggung ketika kukatakan tadi ia telah kehilangan tenaganya. Angin langsung masuk tanpa penghalang lewat kisi-kisi jendelaku yang lebar dan hanya ditutupi kasa nyamuk. Aku menguap lagi. Sekarang seharusnya aku sudah tidur.
Hei, lamat-lamat malah kudengar suara katak. dari satu jadi tiga jadi sepuluh dan sepertinya makin terus bertambah. Suara air cucuran atap yang jatuh di belakang rumahku bergemericik satu satu. barusan terdengar suara cicak dari ruang tengah yang seluruh lampunya sudah kumatikan. Sekarang seharusnya aku sudah tidur.
Aku menguap lagi. Ku angkat kacamataku, ku hapus air mata kantuk yang keluar dan kembali mengetik apa yang terjadi. hujan deras sudah tiba. Tapi tumben, tidak ditemani halilintar dan guntur. Posisi anakku tidak berubah, masih sama seperti ketika aku letakkan di kasurnya setengah jam yang lalu. aku garuk-garuk kepala... menyenderkan kepala ke dinding. Sekarang seharusnya aku sudah tidur.
Sahabat, kalau aku tidur atau kalau aku tertidur. aku tidak bisa lagi menuliskan apa yang terjadi. Aku menguap lagi. mungkin memang sampai di sini batas tenaga aku. setelah seharian menulis. jadi malu sama hujan yang masih perkasa membasahi alam raya. Sekarang seharusnya aku sudah tidur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah memberi masukan