ANALISIS SEMANTIK POSTER HASIL
KERJA SISWA
KELAS VIII SMP ISLAM NURUL FIKRI
BOARDING SCHOOL
TAHUN AJARAN 2015/2016
Hari Untung
Maulana
Abstrak
Artikel ini mendeskripsikan
hasil analisis dari poster yang dibuat oleh siswa kelas VIII SMP Islam Nurul
Fikri Boarding School. Pembuatan poster tersebut merupakan bagian dari tugas
mata pelajaran bahasa Indonesia dengan KD Menulis Slogan dalam Poster.
Poster yang diminta
guru adalah jenis poster layanan masyarakat. Yaitu poster yang
berisi pesan, informasi, dan penjelasan yang tujuannya untuk menyadarkan
masyarakat tentang suatu hal yang mengangkat kepentingan bersama. Misalnya,
poster lingkungan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
Slogan yang dibuat oleh siswa
mencoba menguatkan gambar foto yang diambil, agar orang lain yang melihat mampu
memaknai dengan baik maksud dari poster tersebut. Antara slogan dengan gambar
harus memiliki satu kesatuan sehingga memunculkan sebuah makna yang padu dan
satu. Namun, slogan dan foto dari beberapa poster yang dikumpulkan sangat
menarik untuk dianalisis dari sudut pandang semantik.
Kesalahan semantik yang terjadi
adalah poste rbersifat selingkung sehingga tidak bisa dipahami oleh orang di
luar lingkungan, kesalahan pemilihan foto, dan kesalahan pilihan kata (diksi), dan
kesalahan struktur slogan.
Kata Kunci: poster, slogan,
analisis, semantik
A.
Pendahuluan
1.
Latar Belakang
Salah satu materi pembelajaran dalam
pelajaran bahasa Indonesia kelas VIII kurikulum KTSP adalah membuat poster. Susilana
berpendapat, poster yaitu sajian kombinasi visual yang jelas, mencolok, dan
menarik dengan maksud untuk menarik perhatian orang yang lewat[1].
Pada tugas pembuatan poster ini, penulis
meminta siswa untuk membuat poster dengan gambar dasar sebuah foto yang harus direkam
sendiri dan tidak boleh mengambil dari sumber lain seperti internet atau
majalah. Penulis juga meminta siswa untuk tidak mengubah foto dengan aplikasi
rekayasa foto apapun, misalnya photoshop
atau corel draw. Hal ini karena
pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya yang ternyata membutuhkan waktu lebih
panjang jika posternya dibuat dengan menggunakan aplikasi desain grafis. Memang
terlihat kurang menarik tanpa palikasi desain grafis, namun keterbatasan waktu
dan sarana membuat tugas poster hanya membuat slogan di atas foto utuh tanpa
sentuhan asrtistik dari desain grafis.
Guru sengaja meminta siswa untuk membuat
poster dengan penguatan foto dengan berbagai alasan. Menurut Sadiman, beberapa
kelebihan media gambar foto yaitu
1.
Sifatnya kongkret; gambar/foto lebih
realistis menunjukkan pokok masalah.
2.
Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan
waktu
3.
Gambar dapat mengatasi keterbatasan
pengamatan kita
4.
Foto dapat memperjelas suatu masalah,
dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat
mencegah atau membetulkan kesalahpahaman.
5.
Foto harganya murah dan gampang didapat
serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus.[2]
Pengerjaan tugas membuat poster
dilakukan selama dua minggu. Namun, ketika hasilnya dikumpulkan, ternyata ada
beberapa poster yang secara semantik memiliki kesalahan sehingga menarik untuk
dianalisis kesalahannya.
2. Pertanyaan
Penelitian
a. Bagaimana
analisis semantik terhadap poster-poster yang dikumpulkan siswa?
b. Bagaimana
perbaikan agar poster-poster itu menjadi bentuk memiliki satu-kesatuan makna
antara hambar dan slogan?
3. Tujuan
Penulisan
Maksud dan tujuan dari penulisan artikel
ini adalah untuk memaparkan hasil analisis semantik yang dilakukan penulis
terhadap poster-poster yang dibuat oleh siswa di kelas yang penulis ampu.
Selain itu, tulisan ini disusun sebagai bahan jurnal ilmiah di Program
Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Ruang
Lingkup
Ruang lingkup tulisan ini adalah enam poster
layanan masyarakat yang dibuat oleh siswa kelas VIII SMP Islam Nurul Fikri.
B.
Pembahasan
1. Pengertian semantik
Kata semantik berasal
dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang
(sign). Michel Breal adalah filolog Perancis yang pertama kali memperkenal kan
kata “Semantik” pada tahun 1883. Selanjutnya, kata ini kemudian disepakati
sebagai istilah yang digunakan dalam bidang linguistik yang mempelajari tentang
tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, Menurut
Chaer, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang
arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika,
dan semantik.[3]
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna
dijabarkan menjadi :
a. Maksud
pembicara/penulis;
b. Pengaruh
penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok
manusia;
c. Hubungan
dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa atau antara ujaran
dan semua hal yang ditunjukkannya, dan
d. Cara
menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana)[4]
2. Pengertian poster
Poster
arti kata yang berarti “plakat” atau “surat tempelan”. Kata “poster”, berasal
dari kata “post” yang berarti “memasang” atau “menempatkan”. Kata “poster” yang
kita kenal sekarang ialah bentuk seni cetak yang dibuat dalam copy
atau turunan berganda, dan berfungsi sebagai pengumuman atau iklan yang
disiarkan secara luas. Adapun alasan tujuan pembuatannya berbagai macam.
Misalnya untuk menjajakan sesuatu hasil usaha, terutama perusahaan, memikat
orang banyak pada suatu kejadian atau masalah, menggalakan sentimen seorang
atau orang banyak.
Menurut
Sanjaya [5],
poster yang baik harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Mudah
diiingat, artinya orang yang melihat tidak akan mudah melupkan kandungan pesan
b. Dalam
satu poster hanya mengandung pesan tunggal yang digambarkan secara sederhana
dan menarik perhatian
c. Dapat
ditempelkan atau dipasang di mana saja, terutama di tempat yang strategis yang
mudah diingat orang
d. Mudah
dibaca dalam kurun waktu yang sangat singkat. Poster yang baik ditandai dengan
kemudahan menangkap sisi pesan. Dengan hanya melihat sepintas saja, orang sudah
dapat mengerti maksud dan tujuannya.
3. Pengertian
Media Massa
Poster
sebagai sebuah media penyampai pesan, memiliki sifat sebagai media komunikasi
massa. Sebagaimana yang disampaikan oleh Mulyana, bahwa
komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak
(majalah, surat kabar) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh
suatu lembaga atau orang yang dilembagakan,
yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak
tempat, anonim, dan heterogen.[6]
Sedangkan
menurut Gunadi,[7] karakteristik komunikasi massa adalah sebagai
berikut :
a.
Komunikasi massa bersifat umum, terbuka untuk
siapa saja.
b.
Komunikasi massa bersifat heterogen, masyarakat
campuran tidak memandang batas sosial atau status sosial, pendidikan, usia,
agama, jenis kelamin dan suku.
c.
Media massa dapat membina keserempakan, yakni
keserempakan kontak dengan sejumlah
besar masyarakat yang
jauh dari sumber
penyampaian pesan dalam waktu yang relatif singkat.
d.
Hubungan komunikator dengan komunikan terjadi
non antar pribadi.
e.
Media massa dapat mengikat massa komunikan yang
saling tidak mengenal.
Berdasarkan beberapa pernyataan
di atas, maka
penulis mengambil kesimpulan bahwa komunikasi
massa adalah bentuk
komunikasi yang menggunakan
media massa, baik cetak maupun elektronik yang dikelola oleh suatu
lembaga atau orang yang dilembagakan
dalam mengembangkan komunikator dengan komunikan secara massal, berjumlah
banyak, bertempat tinggal
yang jauh (terpencar), sangat heterogen dan menimbulkan efek
tertentu.
Berdasarkan
pengertian-pengertian tersebut, sebuah poster sebagai media massa mengandung
sebuah makna, yaitu sebagai sebuah media penyampai maksud penulis yang berusaha
mengubah persepsi atau perilaku manusia dengan menunjukkan kesepadanan bahasa
dalam lambang-lambang bahasa. Sehingga sebuah poster harus memiliki makna yang
dapat diambil oleh orang yang melihat.
Dalam artikel ini makna
semantik dalam poster menjadi fokus utama peneliti karena poster juga merupakan
media komunikasi massa yang sangat bergantung pada pemaknaan yang diperoleh
pembacanya.
4. Analisis Poster
POSTER
1
Proses Pembuatan
Sesi foto dilakukan di sekolah. Ada
sebuah tebing kecil yang dijadikan jalan pintas oleh siswa. Hal itu menyebabkan
rumput di tebing tersebut mati dan membentuk jalan setapak. Oleh sekolah jalan
tersebut ditutup dengan pagar bambu seperti yang dipegang dan diinjak oleh
siswa dalam foto.
Analisis Semantik
Slogan poster tersebut tertulis “Jangan
biarkan rusak oleh kaki tanganmu.” Dalam
pemaknaan sehari-hari, istilah ‘kaki tangan’ kerap dimaknai sebagai idiom dari orang
kepercayaan. Jika hanya membaca slogan tersebut tanpa ada foto penguat, pembaca
yang sudah familiar dengan idiom kaki tangan sebagai orang kepercayaan, mungkin
akan beranggapan bahwa kaki tangan di sini adalah orang kepercayaan. Padahal
yang dimaksud adalah kaki tangan sebagai makna denotasi yaitu kaki dan tangan
sebagai bagian dari anggota tubuh. Dan sesungguhnya sudah tepat jika kita
melihat KBBI, di sana tercantum kaki tangan 1 kaki
dan tangan; 2 ki orang
yang diperalat orang lain untuk membantu.[8]
Analisis lain adalah kata “Jangan biarkan rusak”, sangat taksa
jika dihubungkan dengan gambar yang seolah-olah sedang menginjak pagar. Frasa
“Jangan biarkan rusak”, bermakna pagar tersebut sudah rusak, namun orang di
sekitarnya melakukan pembiaran. Padahal yang dimaksud dengan poster adalah
jangan melakukan perusakan. Kesalahan yang terjadi karena adanya kesalahan
diksi. Menurut Sugono kesalahan diksi meliputi kesalahan kalimat yang
disebabkan oleh kesalahan penggunaan kata.[9]
Perbaikan
Frasa “Jangan biarkan rusak oleh kaki tanganmu” sebaiknya
diubah menjadi “Jangan dirusak oleh kaki tanganmu.” Jadi, kata ‘biarkan’ diubah
menjadi awalan di- yang disematkan pada kata ‘rusak’.
Proses Pembuatan
Poster tersebut dibuat pelajar putri.
Sesuai karakteristik SMP Islam Nurul Fikri Boarding School yang memisahkan
proses pembelajaran antara putra dan putri, maka poster tersebut dibuat di
daerah putri dan khusus ditujukan untuk pelajar putri.
Analisis Semantik
Untuk memahami poster tersebut, maka
orang yang melihat harus paham dengan konteks. Dalam KBBI, konteks berarti 1 Ling bagian
suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; 2 situasi yang ada hubungannya dengan
suatu kejadian.[10]
Sedangkan menurut Preston yang dimaksud dengan konteks adalah segenap informasi yang berada
di sekitar pemakaian bahasa, bahkan termasuk juga pemakaian bahasa yang ada di
sekitarnya (dalam Supardo, 1988:12). [11]
Pedapat lain dikemukakan oleh Suwandi
(2008:71) memaparkan bahwa makna kontekstual (contextual meaning;
situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan
situasi pada waktu ujaran dipakai. Beliau juga berpendapat bahwa makna
kontekstual adalah makna kata yang sesuai dengan konteksnya (2008:72).[12]
Gambar tersebut memiliki slogan,
“Pakailah pakaian yang sopan dan taati peraturan.” Konteks dari poster tersebut
adalah peraturan khusus di area putri yang mengharuskan pelajar putri
mengenakan rok atau gamis dan kaos kaki ketika keluar asrama. Poster tersebut
memperlihatkan bagian bawah tubuh dengan celana panjang, sandal dan kaki tanpa
kaos kaki. Tentu hal tersebut merupakan pelanggaran peraturan di wilayah putri.
Sehingga poster tersebut akan bermakna kontekstual jika sesuai dengan
konteksnya. Di sisi lain, tentu akan membingungkan jika ditempel di area umum
atau di area pelajar putra.
Perbaikan
Agar poster tersebut dapat dipahami oleh semua orang tanpa perlu memahami
konteksnya, maka jargon sebaiknya diubah menjadi, “Gunakan Pakaian yang Sopan”
– “Muslimah Gunakan Kaos Kaki dan Tidak Bercelana Panjang”
POSTER 3
Poster tersebut dibuat di area putra
dengan gambar seorang pelajar putra mengenakan sandal berbeda warna.
Analisis Semantik
Menarik untuk menghubungkan antara
slogan dengan gambar di atas. Slogan dari poster tersebut adalah “Jangan
jadikan hal kecil sebagai penambah dosa.” Fokus gambar sudah jelas yaitu pada
sanda yang dikenakan. Sandal tersebut memiliki perbedaan warna antara yang
kanan dan yang kiri.
Jika kita membaca slogan tersebut dan
menghubungkannya dengan gambar, maka kita akan bertanya, apakah mengenakan
sandal berbeda warna itu sebagai penambah dosa? Kajian semantik poster ini
adalah bahwa pengetahuan awal pembaca poster terhadap hal-hal yang menambahkan
dosa sangat memengaruhi pemaknaan terhadap poster.
Pengetahuan awal pembaca terhadap
poster termasuk dalam analisis kajian semantik referensial. Menurut Kridalaksana,
makna referensial (referential
meaning) adalah makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan
dunia di luar bahasa (objek atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh
analisi komponen; juga disebut denotasi; lawan dari konotasi.[13]
Mereka yang percaya kalau memakai
sandal berlainan warna itu sebagai hal kecil yang akan menambah dosa, tentu
akan mendukung poster tersebut. Namun, mereka yang tahu kalau hal tersebut
tidak berdosa, tentu dia akan menolak poster tersebut.
Penulis kutip dari situs dakwatuna,
sebuah pertanyaan tentang hukum sandal berbeda warrna dalam prespektif Islam
yaitu:
Pertanyaan : Bolehkah memakai sandal yang berbeda warna dan ukuran?
Jawaban : Tidak ada larangan dalam hal ini, baik dalam
Al Quran dan As Sunnah, hanya saja hal tersebut bisa saja melanggar kepantasan
yang terjadi di masyarakat. Selain juga bisa membahayakan pemakainya, dan
dirinya menjadi perhatian orang lain. Tentunya hal ini bukan perilaku yang baik
juga, maka sebaiknya dihindari. Tetapi, jika memiliki alasan yang benar tentu
tidak apa-apa memakainya, apalagi jika tidak ada pilihan sandal lainnya.[14]
Berdasarkan tanya jawab di laman
dakwatuna, diketahui jika memakai sandal berbeda warna tidak sampai akan
menimbulkan dosa, melainkan hanya menimbulkan persepsi aneh dari orang lain.
Perbaikan
Kalimat slogan di atas sesungguhnya
sudah bagus. Sebaiknya, yang diganti adalah gambarnya menjadi kegiatan mencotek
atau menggosip.
POSTER
4
Proses Pembuatan
Proses pemfotoan dilakukan di asrama,
adegan terlihat seorang siswa sedang makan tidak menggunakan piring tetapi
menggunakan tutup termos wadah nasi.
Analisis Semantik
Untuk memahami sebuah wacana dalam poster,
maka kita harus memahami makna slogan yang terdapat dalam poster tersebut.
Slogan sebagai sebuah tulisan hanya dapat dipahami jika memiliki kesatuan dan
keterpaduan. Sedangkan kesatuan dan keterpaduan hanya bisa diperoleh jika kita
menggunakan kata-kata yang benar. Hal itu sebagaimana yang dinyatakan oleh
Sudjiman, bahwa wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa
komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan
pengertian yang satu dengan yang lain.[15]
Sebagai sebuah wacana, poster di atas
tidak memenuhi syarat. Karena jika mengacu pada KBBI, maka tidak akan kita
temui kata ‘penanting’ atau mungkin kata dasar ‘tanting’ dengan imbuhan pe- di
KBBI.
Kata penanting adalah kata buatan siswa
siswi di Pesantren Nurul Fikri (NF) Cinangka untuk menyebut (1) seperangkat
wadah yang digunakan oleh dapur NF ketika mengirim makanan ke asrama. Contoh
kalimat: “Setelah makan, yang piket tolong cuci semua penanting.” (2) makanan
yang dikirim oleh dapur NF. Contoh kalimat: “Coba kamu lihat sore ini
penantingnya apa?”
Jika poster tersebut dibaca oleh orang
lain yang tidak mengerti makna penanting yang berlaku selingkung di Nurul
Fikri, bisa dipastikan pembaca tidak memiliki pemahaman yang utuh terhadap poster.
Selain hal tentang kestauan makna wacana
di atas, slogan “Tutup Penanting bukan Untuk Makan-Pakai Piring” di atas sangat
membingungkan untuk dipahami. Maksud dari kalimat di atas (menurut siswa
pembuat) adalah “Tutup Penanting Bukan Untuk Makan” adalah kalimat larangan,
sedangkan “Pakai Piring” adalah kalimat perintah. Siswa mengubah bahasa lisan
menjadi tulisan tanpa memperhatikan struktur kalimatnya. Penyatuan kalimat
larangan dan kalimat perintah dalam satu susunan menimbulkan kebingungan bagi
yang membaca.
Jika kalimat tersebut diujarkan maka
memang dapat dipahami jika diberikan intonasi yang berbeda. “Tutup penanting
bukan untuk makan” diucapkan datar, sedangkan “Pakai piring” diucapkan dengan
tekanan perintah.
Perbaikan
Sebaiknya,
kata penanting diubah menjadi “Tutup termos” dan penempatan tulisan “Tutup
termos bukan untuk makan” diletakkan terpisah dengan “Pakai piring” misalnya,
yang satu di pojok kiri atas yang satu di pojok kanan bawah.
Proses pembuatan
Siswi
melakukan posisi seperti orang sedang shalat dan difoto.
Analisis Semantik
Ketika melihat poster ini, sebagian
besar siswa NF tertawa. Secara semantis mungkin aneh ketika siswa melihat
poster ini lalu tertawa, ada kesalahan makna apakah yang terkandung dalam
poster ini?
Hal itu berkaitan dengan konteks.
Sedangkan konteks yang dimaksud hanya dipahami oleh mereka yang tahu, dimana
tempat pembuat poster mengambil foto. Foto ini diambil di lapangan voli di
wilayah putri dan model menghadap ke arah timur, bukan ke arah barat
sebagaimana umumnya orang Indonesia shalat. Selain itu, adanya sebuah tiang di
dekat model membuat orang yang melihat bertanya, “Mengapa harus ada tiang di
sini?” dan akhirnya mengaitkan dengan slogan, “Shalat adalah Tiang Agama”.
Dalam analisis ini, tiang agama adalah
sebuah idiom yang bermakna penyangga agama bukan tiang dalam arti sesungguhnya.
Chaer mengatakan, idiom adalah ujaran yang
maknanya tidak dapat “diramalkan”dari unsur-unsurnya, baik secara leksikal
maupun secara gramatikal [16].
Jadi, tidak bisa antara tiang dan agama dimakna satu persatu.
Dalam hal ini, gambar dalam poster
memiliki peran penting untuk sukses menyampaikan makna pesan dari poster. Ketika
pembuat poster salah menerjemahkan slogan sehingga memaksa harus shalat dekat
tiang agar tepat dengan slogan, sesungguhnya hal demikian malah membuat poster
menjadi tidak tepat.
Perbaikan
Agar tidak menimbulkan kelucuan saat
melihat poster tersebut, sebaiknya lokasi gambar diganti di masjid dan tidak
perlu mendekati tiang masjid.
POSTER
6
Proses Pembuatan
Pengambilan
foto di asrama.
Analisis Semantik
Penulis
memuji slogan yang dibuat oleh siswa. Pemilihan kata “jemuran” dan “jamuran”
sangat unik dan menciptakan persajakan yang enak diucapkan. Secara semantis,
poster ini sudah tepat, mudah dipahami, dan antara slogan dengan foto memiliki
satu-kesatuan. Hal ini sesuai dengan kaidah poster yaitu mudah dibaca dalam
kurun waktu yang sangat singkat. Poster yang baik ditandai dengan kemudahan
menangkap sisi pesan. Dengan hanya melihat sepintas saja, orang sudah dapat
mengerti maksud dan tujuannya.
Kesalahan yang ada adalah kesalahan
penulisan kata ‘rapih’ seharusnya ‘rapi’. Sedangkan tiga tanda seru seharusnya
cukup satu.
C.
Penutup
1.
Simpulan
Sebuah poster memiliki dua unsur
pendukung yaitu tulisan dan gambar. Kedua unsur tersebut harus memiliki satu
kesatuan sehingga membentuk satu makna utuh yang diterima oleh pembacanya.
Kesalahan dalam penulisan atau dalam pemilihan gambar, akan menjadikan sebuah
poster tak mampu menyampaikan maksud dari pembuatnya. Oleh sebab itu diperlukan
sebuah analisis dari poster yang telah ada untuk dilakukan perbaikan pada
poster-poster berikutnya.
2.
Saran
Analisis semantik perlu dilakukan untuk
karya-karya siswa yang lain. Misalnya, membuat naskah drama, membuat puisi, membuat
pidato, atau bahkan membuat film pendek.
Hal
ini karena secara keilmuan, siswa belum memahami benar makna semantis atas
karya yang sudah dibuatnya. Siswa berpendapat, tulisan-tulisan yang dibuat
sudah benar menurut persepsi mereka sendiri.
DAFTAR RUJUKAN
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia.
Jakarta : Rineka Cipta
-------.2007. Linguistik
Umum. Jakarta : Rineka Cipta
Gunadi, Y.S. 1998. Himpunan Istilah Komunikasi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana,
Harimurti. 2001. Kamus
Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sadiman, Arief S. dkk. 2010. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya.
Jakarta: Rajawali Pers
Sanjaya, Wina. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Grup
Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Sugono,
Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: PT Gramedia
Supardo, Susilo. 1988. Bahasa Indonesia Dalam Konteks.
Jakarta: Depdikbud.
Susilana, Rudi dan Cepi Riyana. 2007. Media
Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Suwandi, Sarwiji. 2008. Semantik Pengantar Kajian Makna.
Yogyakarta: Media Perkasa
http://kbbi.web.id/kaki
http://kbbi.web.id/konteks
[1]
Susilana, Rudi dan Cepi Riyana. 2007. Media Pembelajaran. Bandung: CV Wacana
Prima. Hlm 13.
[2] Sadiman,
Arief S. dkk. 2010. Media Pendidikan
Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers
[5] Sanjaya,
Wina. 2012. Media Komunikasi
Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Grup hlm 162
[6] Mulyana,
Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu
Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm 75
[7] Gunadi,
Y.S. 1998. Himpunan Istilah Komunikasi.
Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 69
[8] http://kbbi.web.id/kaki
[9] Sugono,
Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: PT Gramedia. hlm 222
[10]
http://kbbi.web.id/konteks
[13] Kridalaksanan,
Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama. Hlm 133
[15] Sudjiman,
Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika.
Jakarta: Pustaka Utama Grafiti hlm 6.