Jumat, 30 Desember 2016

Hasil Pelatihan Apapun (2)

oleh: Hari Untung Maulana

Lanjutin yaaaaak

Contoh Kegiatan Pendidikan Karakter di Sekolah

  1. Sekolah dan siswa merumuskan dan mewujudkan bersama ciri-ciri kelas yang membanggakan
  2. Sekolah membangun harapan dan komitmen siswa
  3. Sekolah dan siswa merumuskan profil manusia berkarakter
  4. Sekolah meningkatkan minat baca
  5. Siswa mampu menemukenali kata-kata hikmah
  6. Story Telling (mengamati dan mengabarkan kebajikan)
  7. Sekolah dan siswa membiasakan sikap dan tindakan baik
  8. Siswa dibentuk dan mampu mengapresiasi kebaikan dan ikhtiar untuk menjadi baik
  9. Sekolah dan siswa rutin membuat mading karakter
  10. Sekolah mengembangkan suasana apresiatif
  11. Sekolah menyelenggarakan festival kreativitas
  12. Menumbuhkembangkan kepedulian peerta didik terhadap korban bencana/kemalangan

Prinsip Materi Pembelajaran.... UKRK
Materi yang disampaikan dan diujikan harus berprinsip pada UKRK yaitu
1. Urgent... wajib dikuasai siswa
2. Kontinuitas... berkelanjutan
3. Relevansi... bermanfaat terhadap bidang studi lain 
4. Keterpakaian... dalam kehidupan sehari-hari

Prinsip Pekerjaan Rumah
PR itu bukan untuk mengerjakan soal... tetapi seharusnya untuk mempraktikkan apa yang sudah dipelajari di sekolah

Hasil Pelatihan Apapun (1)

oleh: Hari Untung Maulana

Barusan ngobrak-ngabrik lemari... eh, nemu buku yang biasanya dibawa ke pelatihan yang saya ikuti.
sayang... tidak ada judul pelatihannya, kapan, dan dimana...

saya hanya sekadar menulis apa yang disampaikan oleh pembicara,,,
berikut saya tulis ulang di sini biar bisa dibaca juga sama sahabat harun

Tiga hal yang selalu tetap dalam dunia ini:
 (1) perubahan, (2) prinsip, (3) setiap pilihan pasti ada konsekuensi

Tujuh tantangan remaja:
(1) Sekolah, (2) Teman (3) Orang tua / Orang dewasa di sekitar mereka (4) Pacar/teman dekat (5) Kecanduan (6) Penilaian diri (7) Masa depan

Prinsip guru: 
Bukan "Saya mencintai murid-murid saya karena mereka pintar dan soleh," tetapi... "Saya mencintai murid-murid saya, sehingga mereka pintar dan soleh."

Ancaman sekolah:
1. Miskin stimulasi
2. Miskin konten pembelajaran
3. Kaburnya arah dan konsep pembinaan karakter
4. Lemahnya manajemen mutu
5. Sekularisasi kurikulum
6. Gap "fikroh" antara sekolah dan orang tua

Tabungan Masa Depan:
Saat ini, kita sebagai guru bisa jadi tidak menikmati/mengetahui kebaikan karakter anak didik kita... Tetapi yang terpenting, kita telah berusaha dan selalu berusaha membangkitkan karakter baik mereka.

Apakah yang baik itu?
Memahami yang baik dan mencintai yang baik dengan melakukan yang baik

Apa yang perlu kita beri bagi remaja?
1. Beri tempat dan kesempatan untuk eksperiment bagi remaja
2. Beri kesempatan pada remaja untuk menjelaskan
3. Beri jawaban yang mendorong remaja untuk berpikir

Mak jleb
Memberikan permakluman pada yang terlambat adalah memberikan hukuman pada yang tepat waktu.

Kelas Impian

  1. Guru dan siswa paham dan terbiasa mengucapkan kata-kata: maaf, tolong, permisi, dan terima kasih
  2. Guru dan siswa memahami karakteristik anggota kelas
  3. Guru menjawab semua pertanyaan siswa, dan jika guru tidak tahu, maka guru bertanggung jawab untuk mencari tahu
  4. Guru marah dan menegur dengan cara yang tepat, kepada individu yang tepat, dan pada waktu yang tepat
  5. Guru tidak berbicara ketika siswa berbicara demikian juga sebaliknya
Diskusi dengan anak yang terlambat sekolah
1. Alasannya... mengapa telat?
2. Bagaimana buat besok, ada rencana telat tidak?
3. Ada cara tidak agar tidak telat?
4. Jika besok telat lagi, konsekuensi apa yang sebaiknya diberikan oleh sekolah?
(Catatan: Dialog untuk suatu pelanggaran yang penting : konsekuensi dijalankan)

Tips buat Kepala Sekolah:
Kepala sekolah jangan hanya berkata, "Coba dahulu. Bapak percaya kamu bisa."
SEHARUSNYA
Kepala sekolah minimal memberikan langkah, cara, atau pengetahuan baru kepada orang yang diberi kepercayaan. Baru nanti di akhir boleh mengatakan, "Kalau ada kesulitan, tanya saya lagi." 
JANGAN HANYA MAU TERIMA BERES
Karena orang yang diberikan kepercayaan pasti akan berkata, "Kepala sekolah mengarahkan, berarti paham dan tahu apa yang saya kerjakan."

Guru Harus Antusias dalam Mengajar
Karena... antusiasme itu menular


Tugas Analisis Semantik Buku Cerita Anak

ANALISIS SEMANTIK PADA BUKU CERITA ANAK “DATANG LAGI YA”

Oleh: Hari Untung Maulana                  NIM: 7771150019


Sangat menarik melakukan analisis semantik pada sebuah buku cerita anak. Seperti kita ketahui bersama, buku cerita anak merupakan sebuah buku yang isinya diperuntukkan bagi anak-anak namun diperlukan bantuan oleh orang tua untuk membacakan dan memberikan pemahaman. Terkait dengan pemahaman buku cerita anak, tentu tidak lepas dari peran kajian semantik.
Kajian semantik yang dapat dianalisis dari buku cerita anak “Datang Lagi Ya”, karangan Erna Fitrini dengan ilustrator Dewi Tri Kusumah adalah sebagai berikut:

1.         Kata dan genus proximum
Dalam buku cerita tersebut, tertulis frasa “Anak ondel-ondel”. Jika kita menganlisis kata ‘anak’ secara genus proximum, tentu akan kita dapatkan bahwa ‘anak’ dicirikan dengan manusia, berukuran kecil, dan tidak dewasa. Berdasarkan hal itu, istilah anak ondel-ondel mungkin dirasa tidak tepat. Istilah yang tepat mungkin adalah ondel-ondel kecil.

2.         Semantik dan Logika
Salah satu kajian dalam semantik adalah pemikiran dan logika. Makna yang ditangkap oleh seseorang sangat bergantung pada kemampuan orang tersebut menggunakan pemikiran dan kemampuan logikanya. Analisis logika buku cerita anak “Datang Lagi Ya”, mungkin dapat ditangkap oleh anak-anak yang belum mengerti benar dengan logika makhluk tak hidup yang digerakkan oleh manusia (wayang, boneka, ondel-ondel, kostum badut, dll.). Namun, jika buku tersebut dibaca oleh orang dewasa yang telah memiliki kemampuan berlogika dengan baik. Maka, cerita anak-anak tersebut tidak dapat diterima oleh akal pikirannya. Sehingga makna yang didapat oleh anak-anak dan orang dewasa tentu berbeda.

3.         Semantik dan Visual
Simbol dan gambar juga menjadi bagian dari kajian semantik. Setiap simbol dan gambar tentu memiliki makna tersendiri. Buku cerita anak “Datang Lagi Ya” lebih di dominasi oleh gambar dibanding oleh tulisan. Sehingga secara langsung gambar memiliki peran penting dalam buku tersebut yang merupakan buku untuk anak-anak. Namun, jika memperhatikan lebih detail gambar-gambar yang terdapat dalam buku tersebut, pembaca anak dapat kebingungan dengan inkonsistensi yang terdapat dalam gambar.

Pada gambar 1 halaman 13 tertulis, “Rupanya, sarung mereka diterbangkan angin.” Jika melihat gambar yang dimaksud maka diperoleh makna, bahwa sarung yang diterbangkan angin berjumlah 2 buah. Hal itu terlihat dari ada 3 ondel-ondel dan hanya satu yang masih menyandang sarung sedang yang dua tidak.

Namun, pada halaman selanjutnya  (hlm 14), terlihat ondel-ondel kecil itu hanya menunjuk satu buah sarung yang tersangkut di pohon. 

Inkonsistensi masih berlanjut di halaman 18 dan 19 ketika Gugun berhasil mengambil sarung yang tersangkut. Jumlah sarung yang terjatuh adalah sebanyak tujuh buah. Akhirnya, pada halaman 20 dan 21 ketika ondel-ondel kecil mengajak Gugun bermain lempar sarung bersama, jumlah sarung lengkap ada 3 untuk 3 ondel-ondel. 

Jika buku tersebut dibaca oleh anak pintar, tentu akan menimbulkan pertanyaan baru yang berkaitan dengan pemahaman terhadap isi buku.

4.        
Semantik dan Ucapan

Memahami makna sebuah tulisan, sangat bergantung pada pengucapan yang dilakukan. Penjedaan sangat berpengaruh pada makna yang diperoleh. Pada gambar di samping, terdapat tulisan, “Gugun berjanji akan bermain kembali ke dunia ondel-ondel.” Makna tulisan tersebut dapat berbeda jika penjedaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a.  Gugun berjanji / akan bermain kembali / ke dunia ondel-ondel //
b.  Gugun berjanji / akan bermain kembali ke dunia / ondel-ondel //
Kedua penjedaan di atas menimbulkan makna yang berbeda. Makna dari kalimat (a) yaitu Gugun akan bermain kembali ke dunia ondel-ondel, sedangkan makna kalimat (b) adalah Gugun akan bermain kembali ke dunia dan itu diucapkan kepada ondel-ondel.

Kesimpulan:

Sebuah buku cerita anak-anak ternyata juga dapat dianalisis secara semantik. Kemampuan pengarang cerita anak dalam mengolah kata dan ilustrasi sangat penting agar anak memiliki pemahaman yang benar terhadap makna yang tersirat maupun yang tersurat dalam cerita.

Ingat-ingat 2016

oleh: Hari Untung Maulana

Apa ya?

Kelahiran anak ketiga: Maryam Ahsana Safina, 14 Oktober 2016

Sidang Tesis: 21 Desember 2016

Januari sampai Oktober apa ya?

Gak ada yang menarik... ntar deh kalo inget lagi diperbarui


Sabtu, 17 Desember 2016

Contoh Frasa Koordinatif Adverbial

oleh: Hari Untung Maulana

Sumber:
Prof. Dr. Henry Guntur Tarigan
Pengajaran Sintaksis
Edisi Revisi 2009
penerbit Angkasa Bandung

Frasa koordinatif adverbial adalah gabungan dua atau lebih frasa atau kata yang bertipe adverbia

contoh:

tergesa-gesa dan cepat sekali
Sopir menjalankan bus itu dengan tergesa-gesa dan cepat sekali

pelan-pelan dan diam-diam
Saya masuk rumah dengan pelan-pelan dan diam-diam agar ayah tidak terbangun.

Baik... di bawah ini contoh yang lain

tabah dan tenang
senang dan gembira
sedih dan duka
cepat dan tepat
gelisah dan resah
baik-baik dan matang-matang
lugas dan tuntas
pelan-pelan dan hati-hati
cermat dan teliti
tekun dan tabah
sabar dan setia
gegabah dan brengsek
gagah dan berani
ramah-tamah dan sopan santun
jelas dan terperinci
gelisah dan tergesa-gesa
gembira dan berapi-api
bersemangat dan bergairah
terbata-bata dan tersendat-sendat
lancar dan jelas
rendah hati dan hati terbuka
galak dan buas
rajin dan lincah
senyum dan gembira
tabah dan tawakal
cepat dan terampil
lamban dan kaku
cepat dan cermat
cerdas dan tangkas
sinis dan humor
kaku dan malu
ria dan jenaka
benar dan jujur
jelas dan menarik

oia, adverbial adalah kata keterangan

tips... biasanya di depan kata-kata / frasa di atas digunakan kata 'dengan'

Tes Microteaching buat Calon Guru 4

oleh: Hari Untung Maulana

Dari pagi sampai zuhur kembali ngetes calon guru baru.

Ini beberapa evaluasi saya...

1. Efisiensi waktu yang tidak tepat.

Jangan membayangkan Anda diberi waktu 2 x 45 menit pas tes microteaching... kalau pesertanya banyak, bisa jadi Anda hanya diberi waktu 15 menit.
Nah, 15 menit untuk mengajarkan 1 RPP yang Anda siapkan... ya enggak bakalan selesai.

Intinya, secara umum, tes microteching yang dinilai hanya 3 point...
membuka pelajaran
mengisi pelajaran
menutup pelajaran

kalau dikasih waktu 15 menit, ya berarti 5 menit pembukaan, 5 menit penyampaian materi, 5 menit penutupan.

lihat:
Tips Teks Microteaching

2. Gunakan powerpoint untuk membantu keruntutan penyampaian materi dan memudahkan menjelaskan materi

Bayangkan, seorang calon guru matematika akan mencari mean, modus, media, dari data yang jumlahnya 40 data. lantas beliau (pas tes microteaching) menuliskan 40 data tersebut di papan tulis.
satu per satu.

bandingkan jika beliau tinggal klik di powerpoint dan 40 data langsung keluar.

Bayangkan, seorang guru biologi, menggambar penampang tumbuhan di papan tulis (pas tes microteaching yang cuma 5 menit itu)... bandingkan jika beliau tinggal klik di powerpoint dan penampang tersebut langsung keluar.

3. Siapkan jawaban.

Siapkan jawaban dari pertanyaan yang Anda buat dan sudah disiimpan terlebih dahulu di powerpoint (sembunyikan dahulu) lalu keluarkan jika sudah waktunya...

Contoh: Guru matematika: Baik, sekarang coba kita lihat, hasil dari sekian kali sekian akar sekian dan dibagi sekian... hasilnya adalah...(urek urek urek di papan tulis... ini...ini... dapatnya....) hedeeeeeeh..
.
Semua soal yang akan dikeluarkan ketika tes microteaching harus sudah diuji coba dan dicari jawabannya, sembunyikan dahulu.. pas Anda membahas tentang soal itu.. dan hasilnya adalaaaaah... tinggal klik deh  jawabannya sudah keluar.

4. Tes microteaching dengan siswa imajiner

Sebagian besar, tes microeaching guru baru yang dilaksanakan di sekolah-sekolah, hanya dinilai oleh observer yang jumlahnya 3 orang. tidak melibatkan para siswa... beda banget lho dengan PPL.

Jadi, Anda harus benar-benar bisa acting, seolah-olah, ruangan itu diisi oleh 30 orang anak yang sangat antusias belajar. boleh juga jika Anda memasukkan sosok anak bermasalah.

lihat lagi

Tips Teks Microteaching

Rabu, 30 November 2016

Analisis Semantik Poster Hasil Kerja Siswa

 ANALISIS SEMANTIK POSTER HASIL KERJA SISWA
KELAS VIII SMP ISLAM NURUL FIKRI BOARDING SCHOOL
TAHUN AJARAN 2015/2016

Hari Untung Maulana



Abstrak
Artikel ini mendeskripsikan hasil analisis dari poster yang dibuat oleh siswa kelas VIII SMP Islam Nurul Fikri Boarding School. Pembuatan poster tersebut merupakan bagian dari tugas mata pelajaran bahasa Indonesia dengan KD Menulis Slogan dalam Poster.
Poster yang diminta guru adalah jenis poster layanan masyarakat. Yaitu poster yang berisi pesan, informasi, dan penjelasan yang tujuannya untuk menyadarkan masyarakat tentang suatu hal yang mengangkat kepentingan bersama. Misalnya, poster lingkungan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya.
Slogan yang dibuat oleh siswa mencoba menguatkan gambar foto yang diambil, agar orang lain yang melihat mampu memaknai dengan baik maksud dari poster tersebut. Antara slogan dengan gambar harus memiliki satu kesatuan sehingga memunculkan sebuah makna yang padu dan satu. Namun, slogan dan foto dari beberapa poster yang dikumpulkan sangat menarik untuk dianalisis dari sudut pandang semantik.
Kesalahan semantik yang terjadi adalah poste rbersifat selingkung sehingga tidak bisa dipahami oleh orang di luar lingkungan, kesalahan pemilihan foto, dan kesalahan pilihan kata (diksi), dan kesalahan struktur slogan.

Kata Kunci: poster, slogan, analisis, semantik




A.      Pendahuluan
1. Latar Belakang
Salah satu materi pembelajaran dalam pelajaran bahasa Indonesia kelas VIII kurikulum KTSP adalah membuat poster. Susilana berpendapat, poster yaitu sajian kombinasi visual yang jelas, mencolok, dan menarik dengan maksud untuk menarik perhatian orang yang lewat[1].
Pada tugas pembuatan poster ini, penulis meminta siswa untuk membuat poster dengan gambar dasar sebuah foto yang harus direkam sendiri dan tidak boleh mengambil dari sumber lain seperti internet atau majalah. Penulis juga meminta siswa untuk tidak mengubah foto dengan aplikasi rekayasa foto apapun, misalnya photoshop atau corel draw. Hal ini karena pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya yang ternyata membutuhkan waktu lebih panjang jika posternya dibuat dengan menggunakan aplikasi desain grafis. Memang terlihat kurang menarik tanpa palikasi desain grafis, namun keterbatasan waktu dan sarana membuat tugas poster hanya membuat slogan di atas foto utuh tanpa sentuhan asrtistik dari desain grafis.
Guru sengaja meminta siswa untuk membuat poster dengan penguatan foto dengan berbagai alasan. Menurut Sadiman, beberapa kelebihan media gambar foto yaitu
1.        Sifatnya kongkret; gambar/foto lebih realistis menunjukkan pokok masalah.
2.        Gambar dapat mengatasi batasan ruang dan waktu
3.        Gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita
4.        Foto dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan kesalahpahaman.
5.        Foto harganya murah dan gampang didapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus.[2]
Pengerjaan tugas membuat poster dilakukan selama dua minggu. Namun, ketika hasilnya dikumpulkan, ternyata ada beberapa poster yang secara semantik memiliki kesalahan sehingga menarik untuk dianalisis kesalahannya.

2.      Pertanyaan Penelitian
a.       Bagaimana analisis semantik terhadap poster-poster yang dikumpulkan siswa?
b.      Bagaimana perbaikan agar poster-poster itu menjadi bentuk memiliki satu-kesatuan makna antara hambar dan slogan?

3.      Tujuan Penulisan
Maksud dan tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk memaparkan hasil analisis semantik yang dilakukan penulis terhadap poster-poster yang dibuat oleh siswa di kelas yang penulis ampu. Selain itu, tulisan ini disusun sebagai bahan jurnal ilmiah di Program Pascasarjana Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

4.      Ruang Lingkup
Ruang lingkup tulisan ini adalah enam poster layanan masyarakat yang dibuat oleh siswa kelas VIII SMP Islam Nurul Fikri.

B.       Pembahasan
1. Pengertian semantik
Kata semantik berasal dari bahasa Yunani sema yang artinya tanda atau lambang (sign). Michel Breal adalah filolog Perancis yang pertama kali memperkenal kan kata “Semantik” pada tahun 1883. Selanjutnya, kata ini kemudian disepakati sebagai istilah yang digunakan dalam bidang linguistik yang mempelajari tentang tanda-tanda linguistik dengan hal-hal yang ditandainya. Oleh karena itu, Menurut Chaer, kata semantik dapat diartikan sebagai ilmu tentang makna atau tentang arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa: fonologi, gramatika, dan semantik.[3]
Dalam Kamus Linguistik, pengertian makna dijabarkan menjadi :
a.       Maksud pembicara/penulis;
b.      Pengaruh penerapan bahasa dalam pemakaian persepsi atau perilaku manusia atau kelompok manusia;
c.       Hubungan dalam arti kesepadanan atau ketidaksepadanan antara bahasa atau antara ujaran dan semua hal yang ditunjukkannya, dan
d.      Cara menggunakan lambang-lambang bahasa ( Harimurti Kridalaksana)[4]

2. Pengertian poster
Poster arti kata yang berarti “plakat” atau “surat tempelan”. Kata “poster”, berasal dari kata “post” yang berarti “memasang” atau “menempatkan”. Kata “poster” yang kita kenal sekarang ialah bentuk seni cetak yang dibuat dalam copy  atau turunan berganda, dan berfungsi sebagai pengumuman atau iklan yang disiarkan secara luas. Adapun alasan tujuan pembuatannya berbagai macam. Misalnya untuk menjajakan sesuatu hasil usaha, terutama perusahaan, memikat orang banyak pada suatu kejadian atau masalah, menggalakan sentimen seorang atau orang banyak.
Menurut Sanjaya [5], poster yang baik harus memiliki karakteristik sebagai berikut:
a.       Mudah diiingat, artinya orang yang melihat tidak akan mudah melupkan kandungan pesan
b.      Dalam satu poster hanya mengandung pesan tunggal yang digambarkan secara sederhana dan menarik perhatian
c.       Dapat ditempelkan atau dipasang di mana saja, terutama di tempat yang strategis yang mudah diingat orang
d.      Mudah dibaca dalam kurun waktu yang sangat singkat. Poster yang baik ditandai dengan kemudahan menangkap sisi pesan. Dengan hanya melihat sepintas saja, orang sudah dapat mengerti maksud dan tujuannya.

3. Pengertian Media Massa
Poster sebagai sebuah media penyampai pesan, memiliki sifat sebagai media komunikasi massa. Sebagaimana yang disampaikan oleh Mulyana, bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (majalah, surat kabar) atau elektronik (radio, televisi) yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang yang dilembagakan,  yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar dibanyak tempat, anonim, dan heterogen.[6]
Sedangkan menurut Gunadi,[7]  karakteristik komunikasi massa adalah sebagai berikut :
a.         Komunikasi massa bersifat umum, terbuka untuk siapa saja.
b.        Komunikasi massa bersifat heterogen, masyarakat campuran tidak memandang batas sosial atau status sosial, pendidikan, usia, agama, jenis kelamin dan suku.
c.         Media massa dapat membina keserempakan, yakni keserempakan kontak dengan sejumlah  besar  masyarakat  yang  jauh  dari  sumber  penyampaian  pesan  dalam waktu yang relatif singkat.
d.        Hubungan komunikator dengan komunikan terjadi non antar pribadi.
e.         Media massa dapat mengikat massa komunikan yang saling tidak mengenal.
Berdasarkan beberapa  pernyataan  di  atas,  maka  penulis  mengambil  kesimpulan bahwa  komunikasi  massa  adalah  bentuk  komunikasi  yang  menggunakan  media massa, baik cetak maupun elektronik yang dikelola oleh suatu lembaga atau orang  yang dilembagakan dalam mengembangkan komunikator dengan komunikan secara massal,   berjumlah   banyak,   bertempat   tinggal   yang   jauh   (terpencar),   sangat heterogen dan menimbulkan efek tertentu.

Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut, sebuah poster sebagai media massa mengandung sebuah makna, yaitu sebagai sebuah media penyampai maksud penulis yang berusaha mengubah persepsi atau perilaku manusia dengan menunjukkan kesepadanan bahasa dalam lambang-lambang bahasa. Sehingga sebuah poster harus memiliki makna yang dapat diambil oleh orang yang melihat.

Dalam artikel ini makna semantik dalam poster menjadi fokus utama peneliti karena poster juga merupakan media komunikasi massa yang sangat bergantung pada pemaknaan yang diperoleh pembacanya.

4. Analisis Poster
POSTER 1

 


 Proses Pembuatan
Sesi foto dilakukan di sekolah. Ada sebuah tebing kecil yang dijadikan jalan pintas oleh siswa. Hal itu menyebabkan rumput di tebing tersebut mati dan membentuk jalan setapak. Oleh sekolah jalan tersebut ditutup dengan pagar bambu seperti yang dipegang dan diinjak oleh siswa dalam foto.

Analisis Semantik
Slogan poster tersebut tertulis “Jangan biarkan rusak oleh kaki tanganmu.”  Dalam pemaknaan sehari-hari, istilah ‘kaki tangan’ kerap dimaknai sebagai idiom dari orang kepercayaan. Jika hanya membaca slogan tersebut tanpa ada foto penguat, pembaca yang sudah familiar dengan idiom kaki tangan sebagai orang kepercayaan, mungkin akan beranggapan bahwa kaki tangan di sini adalah orang kepercayaan. Padahal yang dimaksud adalah kaki tangan sebagai makna denotasi yaitu kaki dan tangan sebagai bagian dari anggota tubuh. Dan sesungguhnya sudah tepat jika kita melihat KBBI, di sana tercantum kaki tangan 1 kaki dan tangan; 2 ki orang yang diperalat orang lain untuk membantu.[8]
Analisis lain adalah kata “Jangan biarkan rusak”, sangat taksa jika dihubungkan dengan gambar yang seolah-olah sedang menginjak pagar. Frasa “Jangan biarkan rusak”, bermakna pagar tersebut sudah rusak, namun orang di sekitarnya melakukan pembiaran. Padahal yang dimaksud dengan poster adalah jangan melakukan perusakan. Kesalahan yang terjadi karena adanya kesalahan diksi. Menurut Sugono kesalahan diksi meliputi kesalahan kalimat yang disebabkan oleh kesalahan penggunaan kata.[9]

Perbaikan
Frasa “Jangan biarkan rusak oleh kaki tanganmu” sebaiknya diubah menjadi “Jangan dirusak oleh kaki tanganmu.” Jadi, kata ‘biarkan’ diubah menjadi awalan di- yang disematkan pada kata ‘rusak’.


POSTER 2



















Proses Pembuatan
Poster tersebut dibuat pelajar putri. Sesuai karakteristik SMP Islam Nurul Fikri Boarding School yang memisahkan proses pembelajaran antara putra dan putri, maka poster tersebut dibuat di daerah putri dan khusus ditujukan untuk pelajar putri.
Analisis Semantik
Untuk memahami poster tersebut, maka orang yang melihat harus paham dengan konteks. Dalam KBBI, konteks berarti  1 Ling bagian suatu uraian atau kalimat yang dapat mendukung atau menambah kejelasan makna; 2 situasi yang ada hubungannya dengan suatu kejadian.[10]
Sedangkan menurut Preston yang dimaksud dengan konteks adalah segenap informasi yang berada di sekitar pemakaian bahasa, bahkan termasuk juga pemakaian bahasa yang ada di sekitarnya (dalam Supardo, 1988:12). [11]
Pedapat lain dikemukakan oleh Suwandi (2008:71) memaparkan bahwa makna kontekstual (contextual meaning; situational meaning) muncul sebagai akibat hubungan antara ujaran dan situasi pada waktu ujaran dipakai. Beliau juga berpendapat bahwa makna kontekstual adalah makna kata yang sesuai dengan konteksnya (2008:72).[12]
Gambar tersebut memiliki slogan, “Pakailah pakaian yang sopan dan taati peraturan.” Konteks dari poster tersebut adalah peraturan khusus di area putri yang mengharuskan pelajar putri mengenakan rok atau gamis dan kaos kaki ketika keluar asrama. Poster tersebut memperlihatkan bagian bawah tubuh dengan celana panjang, sandal dan kaki tanpa kaos kaki. Tentu hal tersebut merupakan pelanggaran peraturan di wilayah putri. Sehingga poster tersebut akan bermakna kontekstual jika sesuai dengan konteksnya. Di sisi lain, tentu akan membingungkan jika ditempel di area umum atau di area pelajar putra.

Perbaikan
Agar poster tersebut dapat dipahami oleh semua orang tanpa perlu memahami konteksnya, maka jargon sebaiknya diubah menjadi, “Gunakan Pakaian yang Sopan” – “Muslimah Gunakan Kaos Kaki dan Tidak Bercelana Panjang”

POSTER 3


 Proses Pembuatan
Poster tersebut dibuat di area putra dengan gambar seorang pelajar putra mengenakan sandal berbeda warna.
Analisis Semantik
Menarik untuk menghubungkan antara slogan dengan gambar di atas. Slogan dari poster tersebut adalah “Jangan jadikan hal kecil sebagai penambah dosa.” Fokus gambar sudah jelas yaitu pada sanda yang dikenakan. Sandal tersebut memiliki perbedaan warna antara yang kanan dan yang kiri.
Jika kita membaca slogan tersebut dan menghubungkannya dengan gambar, maka kita akan bertanya, apakah mengenakan sandal berbeda warna itu sebagai penambah dosa? Kajian semantik poster ini adalah bahwa pengetahuan awal pembaca poster terhadap hal-hal yang menambahkan dosa sangat memengaruhi pemaknaan terhadap poster.
Pengetahuan awal pembaca terhadap poster termasuk dalam analisis kajian semantik referensial. Menurut Kridalaksana,  makna referensial (referential meaning) adalah makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar bahasa (objek atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh analisi komponen; juga disebut denotasi; lawan dari konotasi.[13]
Mereka yang percaya kalau memakai sandal berlainan warna itu sebagai hal kecil yang akan menambah dosa, tentu akan mendukung poster tersebut. Namun, mereka yang tahu kalau hal tersebut tidak berdosa, tentu dia akan menolak poster tersebut.
Penulis kutip dari situs dakwatuna, sebuah pertanyaan tentang hukum sandal berbeda warrna dalam prespektif Islam yaitu:
Pertanyaan    :    Bolehkah memakai sandal yang berbeda warna dan ukuran?
Jawaban        :    Tidak ada larangan dalam hal ini, baik dalam Al Quran dan As Sunnah, hanya saja hal tersebut bisa saja melanggar kepantasan yang terjadi di masyarakat. Selain juga bisa membahayakan pemakainya, dan dirinya menjadi perhatian orang lain. Tentunya hal ini bukan perilaku yang baik juga, maka sebaiknya dihindari. Tetapi, jika memiliki alasan yang benar tentu tidak apa-apa memakainya, apalagi jika tidak ada pilihan sandal lainnya.[14]

Berdasarkan tanya jawab di laman dakwatuna, diketahui jika memakai sandal berbeda warna tidak sampai akan menimbulkan dosa, melainkan hanya menimbulkan persepsi aneh dari orang lain.

Perbaikan
Kalimat slogan di atas sesungguhnya sudah bagus. Sebaiknya, yang diganti adalah gambarnya menjadi kegiatan mencotek atau menggosip.


POSTER 4
  


Proses Pembuatan
Proses pemfotoan dilakukan di asrama, adegan terlihat seorang siswa sedang makan tidak menggunakan piring tetapi menggunakan tutup termos wadah nasi.

Analisis Semantik
Untuk memahami sebuah wacana dalam poster, maka kita harus memahami makna slogan yang terdapat dalam poster tersebut. Slogan sebagai sebuah tulisan hanya dapat dipahami jika memiliki kesatuan dan keterpaduan. Sedangkan kesatuan dan keterpaduan hanya bisa diperoleh jika kita menggunakan kata-kata yang benar. Hal itu sebagaimana yang dinyatakan oleh Sudjiman, bahwa wacana adalah rekaman kebahasaan yang utuh tentang peristiwa komunikasi, biasanya terdiri atas seperangkat kalimat yang mempunyai hubungan pengertian yang satu dengan yang lain.[15]
Sebagai sebuah wacana, poster di atas tidak memenuhi syarat. Karena jika mengacu pada KBBI, maka tidak akan kita temui kata ‘penanting’ atau mungkin kata dasar ‘tanting’ dengan imbuhan pe- di KBBI.
Kata penanting adalah kata buatan siswa siswi di Pesantren Nurul Fikri (NF) Cinangka untuk menyebut (1) seperangkat wadah yang digunakan oleh dapur NF ketika mengirim makanan ke asrama. Contoh kalimat: “Setelah makan, yang piket tolong cuci semua penanting.” (2) makanan yang dikirim oleh dapur NF. Contoh kalimat: “Coba kamu lihat sore ini penantingnya apa?”
Jika poster tersebut dibaca oleh orang lain yang tidak mengerti makna penanting yang berlaku selingkung di Nurul Fikri, bisa dipastikan pembaca tidak memiliki pemahaman yang utuh terhadap poster.
Selain hal tentang kestauan makna wacana di atas, slogan “Tutup Penanting bukan Untuk Makan-Pakai Piring” di atas sangat membingungkan untuk dipahami. Maksud dari kalimat di atas (menurut siswa pembuat) adalah “Tutup Penanting Bukan Untuk Makan” adalah kalimat larangan, sedangkan “Pakai Piring” adalah kalimat perintah. Siswa mengubah bahasa lisan menjadi tulisan tanpa memperhatikan struktur kalimatnya. Penyatuan kalimat larangan dan kalimat perintah dalam satu susunan menimbulkan kebingungan bagi yang membaca.
Jika kalimat tersebut diujarkan maka memang dapat dipahami jika diberikan intonasi yang berbeda. “Tutup penanting bukan untuk makan” diucapkan datar, sedangkan “Pakai piring” diucapkan dengan tekanan perintah.

Perbaikan
Sebaiknya, kata penanting diubah menjadi “Tutup termos” dan penempatan tulisan “Tutup termos bukan untuk makan” diletakkan terpisah dengan “Pakai piring” misalnya, yang satu di pojok kiri atas yang satu di pojok kanan bawah.


POSTER 5












Proses pembuatan
Siswi melakukan posisi seperti orang sedang shalat dan difoto.

Analisis Semantik
Ketika melihat poster ini, sebagian besar siswa NF tertawa. Secara semantis mungkin aneh ketika siswa melihat poster ini lalu tertawa, ada kesalahan makna apakah yang terkandung dalam poster ini?
Hal itu berkaitan dengan konteks. Sedangkan konteks yang dimaksud hanya dipahami oleh mereka yang tahu, dimana tempat pembuat poster mengambil foto. Foto ini diambil di lapangan voli di wilayah putri dan model menghadap ke arah timur, bukan ke arah barat sebagaimana umumnya orang Indonesia shalat. Selain itu, adanya sebuah tiang di dekat model membuat orang yang melihat bertanya, “Mengapa harus ada tiang di sini?” dan akhirnya mengaitkan dengan slogan, “Shalat adalah Tiang Agama”.
Dalam analisis ini, tiang agama adalah sebuah idiom yang bermakna penyangga agama bukan tiang dalam arti sesungguhnya. Chaer mengatakan, idiom adalah ujaran yang maknanya tidak dapat “diramalkan”dari unsur-unsurnya, baik secara leksikal maupun secara gramatikal [16]. Jadi, tidak bisa antara tiang dan agama dimakna satu persatu.
Dalam hal ini, gambar dalam poster memiliki peran penting untuk sukses menyampaikan makna pesan dari poster. Ketika pembuat poster salah menerjemahkan slogan sehingga memaksa harus shalat dekat tiang agar tepat dengan slogan, sesungguhnya hal demikian malah membuat poster menjadi tidak tepat.

Perbaikan
Agar tidak menimbulkan kelucuan saat melihat poster tersebut, sebaiknya lokasi gambar diganti di masjid dan tidak perlu mendekati tiang masjid.

POSTER 6
 

Proses Pembuatan
Pengambilan foto di asrama.

Analisis Semantik
Penulis memuji slogan yang dibuat oleh siswa. Pemilihan kata “jemuran” dan “jamuran” sangat unik dan menciptakan persajakan yang enak diucapkan. Secara semantis, poster ini sudah tepat, mudah dipahami, dan antara slogan dengan foto memiliki satu-kesatuan. Hal ini sesuai dengan kaidah poster yaitu mudah dibaca dalam kurun waktu yang sangat singkat. Poster yang baik ditandai dengan kemudahan menangkap sisi pesan. Dengan hanya melihat sepintas saja, orang sudah dapat mengerti maksud dan tujuannya.


Kesalahan yang ada adalah kesalahan penulisan kata ‘rapih’ seharusnya ‘rapi’. Sedangkan tiga tanda seru seharusnya cukup satu.

C.      Penutup
1. Simpulan
Sebuah poster memiliki dua unsur pendukung yaitu tulisan dan gambar. Kedua unsur tersebut harus memiliki satu kesatuan sehingga membentuk satu makna utuh yang diterima oleh pembacanya. Kesalahan dalam penulisan atau dalam pemilihan gambar, akan menjadikan sebuah poster tak mampu menyampaikan maksud dari pembuatnya. Oleh sebab itu diperlukan sebuah analisis dari poster yang telah ada untuk dilakukan perbaikan pada poster-poster berikutnya.

2. Saran
Analisis semantik perlu dilakukan untuk karya-karya siswa yang lain. Misalnya, membuat naskah drama, membuat puisi, membuat pidato, atau bahkan membuat film pendek.
Hal ini karena secara keilmuan, siswa belum memahami benar makna semantis atas karya yang sudah dibuatnya. Siswa berpendapat, tulisan-tulisan yang dibuat sudah benar menurut persepsi mereka sendiri.

 DAFTAR RUJUKAN
Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta
-------.2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta
Gunadi, Y.S. 1998. Himpunan Istilah Komunikasi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Sadiman, Arief S. dkk. 2010. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers
Sanjaya, Wina. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Grup
Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: PT Gramedia
Supardo, Susilo. 1988. Bahasa Indonesia Dalam Konteks. Jakarta: Depdikbud.
Susilana, Rudi dan Cepi Riyana. 2007. Media Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima.
Suwandi, Sarwiji. 2008. Semantik Pengantar Kajian Makna. Yogyakarta: Media Perkasa
http://kbbi.web.id/kaki
http://kbbi.web.id/konteks




[1] Susilana, Rudi dan Cepi Riyana. 2007. Media Pembelajaran. Bandung: CV Wacana Prima. Hlm 13.
[2] Sadiman, Arief S. dkk. 2010. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan, dan Pemanfaatannya. Jakarta: Rajawali Pers
[3] Chaer, Abdul. 2002. Pengantar Semantik Bahasa Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta hlm: 2
[4]  Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama hlm. 132
[5] Sanjaya, Wina. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Prenada Media Grup hlm 162
[6] Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hlm 75
[7] Gunadi, Y.S. 1998. Himpunan Istilah Komunikasi. Jakarta. PT. Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 69
[8] http://kbbi.web.id/kaki
[9] Sugono, Dendy. 2009. Mahir Berbahasa Indonesia dengan Benar. Jakarta: PT Gramedia.  hlm 222
[10] http://kbbi.web.id/konteks         
[11] Supardo, Susilo. 1988. Bahasa Indonesia Dalam Konteks. Jakarta: Depdikbud.
[12] Suwandi, Sarwiji. 2008. Semantik Pengantar Kajian Makna. Yogyakarta: Media Perkasa
[13] Kridalaksanan, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hlm 133
[15] Sudjiman, Panuti. 1993. Bunga Rampai Stilistika. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti hlm 6.
[16] Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta : Rineka Cipta hlm 296