Sajak-Sajak Terakhir Hamid Jabbar
sumber: Majalah Horison - XXXVIII/7/2004
koleksi pribadi
Pengantar Redaksi:
Untuk mengenang penyair Hamid Jabbar, Horison edisi ini dilengkapi dengan puisi-puisi terakhir almarhum. Puisi-puisi tersebut diambil dari Nokia Communicator 9210i miliknya. Sebagian puisi telah dikirim Hamid Jabbar kepada rekan-rekannya, lewat sms atau email
Selamat Membaca
==========================
1 Jam Menjelang Kau Pulang
aku tak tahu musti mulai dari mana, sku shok
Tanpa tanggal
---------------------------------------------------- hroen20.com berganti jadi hariuntung.com
Mata, Mata Tunggal yang Selalu Memandang
Mata, mata satu, selalu memandang
Tanpa tanggal
---------------------------------------------------- hroen20.com berganti jadi hariuntung.com
Kota & Kampung, Hidup-Matimu
Kota-kota, pasar besar, sekejap pun tak lelap
menjual segala, apapun namanya, gemerlap
bahkan gelap, dikemas lengkap, obral masal
sampai ke gegar samar, harap berdekapan sesal
Hidup-matimu, bursa raya, niaga segala daya,
bahkan tipu-daya, entah apap pun atas namanya,
ijab-kabul tak terucap, dikemas lengkap, laba
atau rugi, sama sirna pada neraca, sirna sukma
Juga kampung, ditelikung linglung: siapa barang
siapa uang, sama gelap gemerlapnya, menguang
hidup-matimu ulang-jamban-ikan, terbang-layang
nyanyi -erang, cari mana pergi yang paling pulang!
Kota-kota, hidup-matimu, kampung-kampung rindu
hidup-matimu, menggila sirna, melebihi kata-kata,
arus datang pergi tak henti-henti dalam tak terperi,
merindukan kamus harus tak kadaluarsa makna.
Kota atau desa, seperti hidup-matimu, selalu antri
mencari arti, rimba kata-kata, entri ensiklopedi
tak jadi-jadi, seperti doa tak terucap dalam shalat
menampung tak tertampung, membunyikan sunyi
Hidup-matimu, kampung berkebun, kota bertaman,
paham tak-paham, riuh-ria memiuh rugi-laba ompong
upaya tak berdayamu selalu dimakan-muntahkan,
rurita-syahwat melolong, saham-saham kosong,
pasar-besar
hidup-matimu
tak terbayar
menebus rindu
beli atau jual
niaga rahasia
rela atau sesal
wallahu'alam jua
Tanpa tanggal
---------------------------------------------------- hroen20.com berganti jadi hariuntung.com
Hidup dalam Maut
Adalah ulat kepompong sebelum kupu
siapkan kapas membenang sebelum kain
begitu kuat lolong dibantun-bantun rindu
melafalkan sayang yang tak bisa lain
selain tenun sutera yang tak sekedar sutera
bersama kupu dan bunga memadu rasa
tersebab kata bukan sembarang kata
rindu dan cinta duhai satupadankan kita
sayang inilah selendang segala sayang
bentangan mengundang pagut memagut
menarikan segala dendang segala riang
hanyut menghanyut hidup dalam maut
Jakarta, 2003/2004
---------------------------------------------------- hroen20.com berganti jadi hariuntung.com
Suluh Padam
Suluh padam
lusuh dalam keluh diam
suluh padam
aduh diam
tanpa tanggal
---------------------------------------------------- hroen20.com berganti jadi hariuntung.com
Terbiar Belajar Mati
Terbiar belajar mati
tersingkap perangkap
hidup redup alangkah sia-sia
jua di ujung bingungku
mengeja segala tiba rasa iba
segala ibadah begitu payah
tanpa tanggal
---------------------------------------------------- hroen20.com berganti jadi hariuntung.com
Pergi ke Hilang Waktu
Di sepagi-pagi hari, tak hanya matahari,
juga haru yang terbit dalam diri, seperti
lalu lalang waktu. Kemacetan atau api,
mual membangun muak berbinak duri,
dan onak di benak menghantarkan kaki
pergi ke hilang waktu
Aduh, masih sepagi-pagi begini, sayang
daun-daun gugur melantunkan dendang
lagu pulang sebelum petang mendatang.
Di sesenja-senja haru, tak hanya matahari,
juga diri yang tenggelam ke dalam kaki,
langit, atau ap pun namanya. Masih api,
nyalanya tak senyala-nyalanya, dibayangi
kemacetan siang silam meredam sunyi
pergi ke hilang waktu.
Aduh, sudah sesenja-senja begini, sayang
putik-putik kuncup menggunungkan riang
lagu juang sebelum perang menghadang.
Di selarut-larut hati
rindu berpagut pergi
gubahan tiada henti.
Kau dan aku
memburu
tak tahu.
Jakarta, 2003/2004.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
terima kasih sudah memberi masukan