Jumat, 29 Juli 2016

Puisi Hamid Jabbar (2)

Lanjutan ..

Masih di tik ulang dari majalah Horison
XXXVIII/7/2004

Selamat menikmati...


Sehilang-hilangnya

Layang melayang
begini
seperti sungai
terbanng*
di awang-awang
ketemu awan
bikin hujan
sayang menyayang
begini
seperti sangsai
sungsang
di tulang-belulang
rindukan diam
o tak padam

maka biarpun digelandang
dari hilang ke hilang
apapun  namanya
senyumku
tak sepenuhnya hilang
padamu insan
sebab sehilang-hilangnya
apalah kupunya
hanya tak ada
kecuali harap
dan rindu
Mahapenciptarindu

2003

*Catatan harun: Di majalahnya memang tertulis terbanng

-----------------------------------------------------------------------------------------


Berkubur dalam Dengkur?

Tidur, melupakan segalanya, ternyata tak mungkin lengkap
tersebab tidur pun masih bercakap-cakap, segala rangkap
Menyata segala dirasa, juga alpa. Menyita segala diharap,
juga sia-sia, mendengkur. 'itu nyanyi hidupmu, kau dekap,'
ucap malaikat mencatat

'Darrada dida radarra dida rada derrida,' nyanyi entah siapa
di dengkurmu, meredam kembara rindu, terbantun-bantun,
tersakang di karang, merindukan samudera, jiwa berjaga.
'Manusia itu mati. Ketika mereka mati, mereka bangun,'
ucap Muhammad beribarat.

Ah, siapakah yang tak berkubur dalam dengkur?

Jakarta, 2003-2004

-----------------------------------------------------------------------------------------


Kakiku Rumah Berjalan

Kakiku rumah berjalan mencari jalan
nuju rumahku mencari jalan mencari
ruh ditubuh yang menjagakan daku
dalam tidur dan jagaku aduh kutahu
taktahu semakin tak tahu fikirrasaku
bersambut rasafikirku tersumbat su-
ka lupa yang bertalu-talu dari entah
selalu nuju tak hanya ke entah aduh
malah mentah segala buah di kebun
rumahku di jejak kakiku membengkak
onak lebih tombak membrontak tak
segala tak ke dalam benak lelah me-
lelahkan luluh rasa taktahuku

Tanpa tahun/tanggal

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih sudah memberi masukan