Senin, 06 Februari 2017

10 Contoh Majas Personifikasi dalam Sastra Indonesia

oleh: Hari Untung Maulana

Dalam khazanah sastra Indonesia, majas berperan sangat penting untuk membangun nuansa susastra dalam sebuah karya.

Kehadiran majas dalam sebuah karya sastra, mampu melambungkan khayali pembaca untuk mencari makna-makna yang mengumpet di balik-balik tembok paparan penyair

Majas hadir untuk memberikan tedeng aling-aling terhadap segala penyampaian yang lugas

Berikut, beberapa contoh majas personifikasi dalam sastra Indonesia

SATU

"Ombak ria berkejar-kejaran

digelanganggang biru bertepi langit
Pasir rata berulang dikecup,
tebing curam ditantang diserang,
dalam bergurau bersama angin,
dalam berlomba bersama naga".
                               (Bait kedua Puisi: "Menuju Kelaut": Sutan Takdir Alisyahbana)


DUA


Salemba

Alma Mater, janganlah bersedih
Bila arakan ini bergerak pelahan
Menuju pemakaman
Siang ini.

Anakmu yang berani
Telah tersungkur ke bumi
Ketika melawan tirani.

                                        (Puisi karangan Taufik Ismail)


TIGA


Sebuah Kamar


Sebuah jendela menyerahkan kamar ini

pada dunia. Bulan yang menyinar ke dalammau lebih banyak tahu.“Sudah lima anak bernyawa di sini,Aku salah satu!”
                                    
(bait kedua puisi 'sebuah kamar' karya Chairil Anwar)


EMPAT



AKULAH SI TELAGA
Oleh : Sapardi Djoko Damono

akulah si telaga: berlayarlah di atasnya;
berlayarlah menyibakkan riak-riak kecil yang menggerakkan
bunga-bunga padma;
berlayarlah sambil memandang harumnya cahaya;
sesampai di seberang sana, tinggalkan begitu saja
— perahumu biar aku yang menjaganya
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.

LIMA
AKU INGIN
Oleh : Sapardi Djoko Damono
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada
 

ENAM
ANGIN, 3
Oleh : Sapardi Djoko Damono
“Seandainya aku bukan ……
Tapi kau angin!
Tapi kau harus tak letih-letihnya beringsut dari sudut ke sudut
kamar,
menyusup celah-celah jendela, berkelebat di pundak bukit itu.
“Seandainya aku . . . ., .”
Tapi kau angin!
Nafasmu tersengal setelah sia-sia menyampaikan padaku tentang
perselisihan antara cahaya matahari dan warna-warna bunga.
“Seandainya ……
Tapi kau angin!
Jangan menjerit:
semerbakmu memekakkanku.
Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
TUJUH
BUNGA, 1
Oleh : Sapardi Djoko Damono
(i)
Bahkan bunga rumput itu pun berdusta.
Ia rekah di tepi padang waktu hening pagi terbit;
siangnya cuaca berdenyut ketika nampak sekawanan gagak
terbang berputar-putar di atas padang itu;
malam hari ia mendengar seru serigala.
Tapi katanya, “Takut? Kata itu milik kalian saja, para manusia. Aku
ini si bunga rumput, pilihan dewata!”
(ii)
Bahkan bunga rumput itu pun berdusta.
Ia kembang di sela-sela geraham batu-batu gua pada suatu pagi,
dan malamnya menyadari bahwa tak nampak apa pun dalam gua
itu dan udara ternyata sangat pekat dan tercium bau sisa bangm
dan terdengar seperti ada embik terpatah dan ia membayangkan
hutan terbakar dan setelah api ….
Teriaknya, “Itu semua pemandangan bagi kalian saja, para
manusia! Aku ini si bunga rumput: pilihan dewata!” 
Perahu Kertas,Kumpulan Sajak,
1982.
DELAPAN
BUNGA, 2
Oleh : Sapardi Djoko Damono
mawar itu tersirap dan hampir berkata jangan ketika pemilik
taman memetiknya hari ini; tak ada alasan kenapa ia ingin berkata
jangan sebab toh wanita itu tak mengenal isaratnya — tak ada
alasan untuk memahami kenapa wanita yang selama ini rajin
menyiraminya dan selalu menatapnya dengan pandangan cinta itu
kini wajahnya anggun dan dingin, menanggalkan kelopaknya
selembar demi selembar dan membiarkannya berjatuhan
menjelma
pendar-pendar di permukaan kolam 
Perahu Kertas,Kumpulan Sajak,
1982.
SEMBILAN

SAJAK PERTEMUAN MAHASISWA
Oleh : 
W.S. Rendra

Matahari terbit pagi ini
mencium bau kencing orok di kaki langit,
melihat kali coklat menjalar ke lautan,
dan mendengar dengung lebah di dalam hutan.
Lalu kini ia dua penggalah tingginya.
Dan ia menjadi saksi kita berkumpul di sini
memeriksa keadaan.
...
...

SEPULUH

BERDIRI AKU
Karya Amir Hamzah

...
angin pulang menyejuk bumi
Menepuk teluk mengempas emas
Lari ke gunung memuncak sunyi
Berayun-ayun di atas alas
...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih sudah memberi masukan