Selasa, 19 April 2016

Lahirnya Kesusastraan Indonesia Modern

ditulis ulang oleh: Hari Untung Maulana
sumber:
Ikhtisar Kesusastraan Indonesia Modern
Untuk SMA dan SMTA yang sederajat
Karya Pamusuk Eneste
Penerbit Djambatan
tahun 1988 (hlm 1-5)

Lahirnya Kesusastraan Indonesia Modern

Kapankah Kesusastraan Indonesia Modern lahir?

Mengenai tahun lahirnya kesusastraan Indonesi modern hingga sekarang tidak ada kesepakatan. Ada beberapa versi tentang hal ini, sebagaimana akan kita lihat berikut ini.

1. VERSI UMAR JUNUS
Umar Junus membicarakan lahirnya kesusastraan Indonesia Modern dalam karangannya yang dimuat dalam majalah Medan Ilmu Pengetahuan (1960). Umar Junus memakai dalil: sastra ada sesudah bahasa ada. "Sastra  X baru ada setelah bahasa X ada, yang juga berarti bahwa sastra Indonesia baru ada setelah bahasa Indonesia ada," katanya. Dan karena bahasa Indonesia baru ada tahun 1928 (dengan adanya Sumpah Pemuda), maka Umar Junus pun berpendapat bahwa "Sastra Indonesia baru ada sejak 28 Oktober 1928"/

Adapun karya sastra yang terbit sebelum tahun 1928 -yang lazim digolongkan pada karya sastra angkatan '20 atau Angkatan Balai Pustaka - menurut Umar Junus tidaklah dapat dimasukkan "ke dalam golongan hasil sastra Indonesia". melainkan hanya "sebagai hasil sastra Melayu Baru/Modern".  Alasan Umar Junus: Karya-karya itu "bertentangan sekali dengan sifat nasional yang melekat pada nama Indonesia itu".

Dengan dasar pikiran di atas, Umar Junus membagi sastra Indonesia demikian:
a. Pre Pujangga Baru atau Pre Angkatan '33 (1928-1933),
b. Pujangga Baru atau Angkatan '33 (1933-1945),
c. Angkatan '45, dan seterusnya.

2. VERSI AJIP ROSIDI
Pendapat Ajip Rosidi mengenai lahirnya Kesusastraan Indonesia Modern dapat kita baca dalam artikelnya "Kapnkah Kesusastraan Indonesia Lahir?" yang dimuat dalam bukunya Kapankah Kesusastraan Indonesia Lahir? (1985).

Ajip memang mengakui bahwa sastra tidak mungkin ada tanpa bahasa. Akan tetapi, sebelum sebuah bahasa diakui secara resmi, tentulah bahasa itu sudah ada sebelumnya dan sudah pula dipergunakan orang. Oleh sebab itu, Ajip tidak setuju jika diresmikannya suatu bahasa dijadikan patokan lahirnya sebuah sastra (dalam hal ini sastra Indonesia). Di pihak lain, Ajip berpendapat bahwa kesadaran kebangsaanlah seharusnya yang dijadikan patokan.

Berdasarkan kesadaran kebangsaan ini, Ajip menetapkan bahwa lahirnya Kesusastraan Indonesi modern adalah tahun 1920/1921 atau tahun 1922. Mengapa Ajip memilih tahun-tahun itu?

Ajip memilih tahun 1920/1921 bukan karena pada tahun-tahun itu terbit Azab dan Sengsara maupun Sitti Nurbaya, melainkan karena pada tahun-tahun itu para pemuda Indonesia (Muhammad Yamin, Muhammad Hatta, Sanusi Pane, dan lain-lain) mengumumkan sajak-sajak mereka yang bercorak kebangsaan dalam majalah Jong Sumatra (diterbitkan oleh organisasi Jong Sumatranen Bond). "Pabila buku Azab dan Sengsara dan Sitti Nurbaya dianggap tidak berkesuaian dengan sifat nasional (hal yang patut kita mengerti mengingat bahwa yang menerbitkannya pun adalah Balai Pustaka, organ pemerintah kolonial), tidaklah demikian halnya dengan sajak-sajak buah tangan para penyair yang saya sebut tadi. Sifatnya tegas berbeda dengan umumnya hasil sastra Melayu, baik isi maupun bentuknya. Puisi lirik bertemakan cinta tanah air dan bangsa yang sedang dijajah adalah hal tidak biasa kita jumpai dalam khazanah kesusastraan Melayu", demikian Ajip (hlm 6)

Dan Ajip memilih tahun 1922 karena pada tahun itu terbit kumpulan sajak Muhammad Yamin yang berjudul; Tanah Air. Kumpulan sajak ini pun, menurut Ajip, mencerminkan corak/semangat kebangsaan, yang tidak ada.nampak pada pengarang-pengarang sebelumnya.

3. VERSI A. TEEUW
Pendapat Teeuw mengenai Lahirnya Kesuasatraan Indonesia Modern dapat kita baca dalam bukunya Sastra Baru Indonesia 1 (1980)

Agak dekat dengan tahun yang diajukan Ajip Rosidi, Teeuw pun berpendapat bahwa kesuasatraan Indonesia modern lahir sekitar tahuan 1920. Alasan Teeuw adalah:
1. "Pada ketika itulah para pemuda Indonesia untuk pertama kali mulai menyatakan perasaan dan ide yang pada dasaranya berbeda daripada perasaan dan ide yang terdapat dalam masyarakat setempat yang tradisional dan mulai berbuat demikian dalam bentuk-bentuk sastra Melayu, Jawa, dan sastra lainnya yang lebih tua, baik lisan maupun tulisan" (hlm 15)

2. "Pada tahun-tahun itulah untuk pertama kali para pemuda menulis puisi baru Indonesia. Oleh karena mereka dilarang memasuki bidang politik, maka mereka mencoba mencari jalan keluar yang berbentuk sastra bagi pemikiran serta perasaan, emosi, serta cita-cita baru yang telah mulai mengalir dalam diri mereka" (hlm 18)

4. VERSI LAIN
Disamping ketiga versi di atas, masih ada versi lain, yaktni yang beranggapan bahwa lahirnya Kesusastraan Indonesia Modern adalah tahun 1920. Alasan: karena pada tahun inilah terbit novel Merari Siregar yang berjudul Azab dan Sengsara.
Lepas dari apakah isi novel bersifat nasional atau tidak, yang jelas inilah karya sastra yang pertama kali terbit di Indonesia dalam bahasa Indonesia. Bentuknya sudah berbeda dengan karya sastra lama sebelumnya. Dengan kata lain, bentuknya sudah "modern" dan tidak "lama" lagi.

5. CATATAN
Tahun lahirnya Kesusastraan Indonesia Modern ini sebetulnya hanya perlu dalam pembicaraan sejarah kesusastraan. Sebab, mustahil suatu kesusastraan tumbuh dan berkembang, bila kesusastraan itu tidak pernah lahir. Oleh karena itu, dicarikanlah tahun kelahiran sastra itu. Demikian juga dengan Kesusastraan Indonesia Modern.

Dewasa ini muncul pula usaha untuk memundurkan tahun lahirnya Kesusastraan Indonesia Modern ke belakang. Jadi, bukan sekitar tahun 20-an, melainkan sebelumnya, yaitu pada abad ke-19. Akan tetapi, hal ini masih diperdebatkan orang hingga sekarang. Kita lihat saja perkembangan selanjutnya. Dan untuk sementara, sebagai pegangan, kita boleh memilih salah satu versi di atas sebagai tahun kelahiran Kesusastraan Indonesia Modern

Bacaan untuk pengetahuan lebih lanjut:
Umar Junus, "Istilah dan Masa Waktu 'Sastra Melayu' dan 'Sastra Indonesia'" (Medan Ilmu Pengetahan, I/3, Juli 1960, hlm 245-260);
Ajip Rosidi, Kapankah Kesusastraan Indonesia Lahir? (Jakarta: Gunung Agung, 1985, hlm 1-8),
A. Teeuw, Sastra Baru Indonesia 1 (Ende: Nusa Indah, 1980)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

terima kasih sudah memberi masukan